Partisipasi GAUN Mewujudkan Jakarta Ramah Disabilitas

Angkutan kota dan fasilitas pendukung di Jakarta belum ramah disabilitas. Jembatan penyeberangan banyak yang belum dilengkap ramp, halte tidak dilengkapi tanda-tanda yang berguna bagi penyandang disabilitas. Sebagai ibukota negara, sarana angkutan umum di Jakarta kian beragam dan memudahkan pergerakan orang. Sayangnya angkutan umum dan prasarana pendukung belum ramah disabilitas sehingga menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi.

Hari Nugroho, Kepala Dinas Bina Marga dalam Forum Group Discussion (FGD) Peningkatan Pelayanan Angkutan Umum Untuk Disabilitas, Senin (9/3/2020) menjelaskan, untuk mendukung layanan angkutan umum, Bina Marga menjadi pihak yang merevitalisasi fasilitas pejalan kaki, yaitu trotoar. Fasilitas itu dibangun tidak saja di jalan-jalan utama namun juga di jalan-jalan di kawasan permukiman di DKI Jakarta. Sejak revitalisasi trotoar digencarkan pada 2017, dari seluruh jaringan jalan di Jakarta sepanjang 1.300 kilometer, sampai saat ini baru 12 persennya yang dilengkapi trotoar yang sudah mendukung kebutuhan para disabilitas.

“Dengan panjang jalan 1.300 kilometer, artinya trotoar yang perlu dibenahi di sisi kanan dan kiri jalan sehingga total perlu pembenahan terhadap 2.600 kilometer trotoar. Dari panjang jaringan total itu baru 12 persen yang ramah disabilitas,” jelas Hari.

Ramah disabilitas merujuk pada Undang-undang Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, Bina Marga mengupayakan penyediaan trotoar juga jembatan penyeberangan orang (JPO) yang nyaman dan manusiawi. Itu sebabnya, lanjut Hari, penataan trotoar di Jakarta disesuaikan dengan jenis jalan, ada varian lebar dari trotoar yang dibangun. Itu karena jaringan jalan terdiri atas jalan arteri, protokol, kolektor, juga sirip-sirip jalan. “Kita mengadopsi model complete street dengan pembagian jalan yang ideal. Kita menata ulang ruang jalan sesuai fungsi jalan,” jelasnya.

Dalam hitungan Bina Marga, lanjut Hari, untuk bisa mengejar seluruh 2.600 km trotoar bisa dibenahi dan ramah disabilitas, butuh waktu 40 tahun. Itu karena  kemampuan Bina Marga menata ulang trotoar hanya  60 kilometer per tahun, sesuai kemampuan pendanaan APBD. Untuk trotoar complete street seperti di Sudirman Thamrin, biaya membangunnya Rp 3,7 juta per meter. Artinya di ruang pejalan kaki itu ada saluran air, ada ducting atau wadah untuk utilitas, ada lampu, ada pula fasilitas lain seperti tempat sepeda hingga ubin pandu bagi disabilitas. Ada juga pembangunan trotoar yang berbiaya kurang dari Rp 2,5 juta per meter. Namun, fasilitas di trotoar tidak selengkap trotoar complete street. “Itu sebabnya kita harus mencari terobosan anggaran untuk bisa mempercepat penataan trotoar. Misalnya dengan pendanaan dari Koefisien Lantai Bangunan,” jelas Hari.

Dengan adanya alternatif pendanaan, maka percepatan penataan trotoar bisa dikerjakan. “Target saya, dengan terobosan pendanaan setidaknya 10-15 tahun ke depan semua trotoar di Jakarta sudah ramah disabilitas semua,” jelasnya.

Itu sebabnya kita harus mencari terobosan anggaran untuk bisa mempercepat penataan trotoar. Misalnya dengan pendanaan dari Koefisien Lantai Bangunan

Penataan itu, ujar Hari, tentunya juga mesti diikuti dengan peremajaan halte dan JPO. Halte di sisi tengah atau di koridor BRT Transjakarta mesti dibenahi dengan cara dilengkap dengan ramp atau elevator atau lift pada JPO-nya, yang ukurannya sudah diatur dalam Permen PUPR. Sehingga penyandang disabilitas bisa mengakses halte dengan lebih mudah. Lalu halte di kiri untuk bus-bus non BRT, mesti dibenahi supaya memiliki ketinggian yang sama dengan tinggi lantai bus. Apalagi saat ini Transjakarta memiliki ratusan bus berpintu masuk (low entry) rendah, sehingga itu harus disesuaikan.

“Untuk peremajaan halte dan JPO kami bekerjasama dengan Transjakarta dan Dinas Perhubungan,” jelas Hari.

Syafrin Liputo, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta dalam kesempatan tersebut menjelaskan, angkutan kota di Jakarta khususnya bus-bus Transjakarta memang masih perlu pembenahan supaya lebih ramah disabilitas.

Ia menyontohkan, saat ini memang sudah ada bus low entry yang memudahkan penumpang termasuk penumpang disabilitas naik dari sisi kiri. Namun bus-bus itu juga mesti dilengkapi dengan pintu tengah yang memiliki ramp. Sehingga apabila penumpang dengan kursi roda hendak naik bus, bisa dibantu petugas.

“Kalau yang sudah ada sekarang adalah bus-bus yang dilengkapi ruang bagi penyandang disabilitas. Ada petugas yang membantu mereka. Kalaupun akan diubah supaya bus-bus low entry memilili ramp untuk masuk penumpang berkursi roda, akan dilakukan saat peremajaan sarana,” jelasnya.

Namun, lanjut Syafrin, untuk pelayanan kepada disabilitas itu sudah dimasukkan dalam standar pelayanan maksimum (SPM) yang sudah ditetapkan Dinas Perhubungan. Sehingga setidaknya unsur keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi pengguna dijamin.

“Termasuk untuk disabilitas, dari aspek bus kita gunakan bus ramah disabilitas juga petugasnya. Lalu untuk keselamatan ada SOP saat darurat, penanganan kepada disabilitas itu ada,” jelasnya.

Meski begitu, Syafrin mengakui, dari semua jenis angkutan umum di Jakarta, baru Massed Rapid Transit (MRT) Jakarta dan Light Rail Transit (LRT) Jakarta yang sudah ramah disabilitas.

Edi Nursalam, Direktur Prasarana Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) juga mengakui MRT Jakarta merupakan contoh terbaik angkutan umum yang ramah disabilitas. Bukan hanya dari aspek sarana angkutan dan fasilitas di stasiun, namun juga aspek layanan dimana petugas-petugas di stasiun responsif terhadap penumpang disabilitas.

“Untuk KRL pun Edi menilai belum bagus. Ia berharap akan ada perbaikan, demikian juga pada LRT Jabodebek,” jelas Edi.

Sementara untuk tempat layanan umum yang sudah lengkap dan ramah disabilitas, Edi melihat, bandara Soekarno Hatta adalah contoh terbaik. BPTJ menargetlan seluruh perbaikan pembenahan dari sisi sarana dan prasarana supaya bisa ramah disabilitas bisa selaras dengan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), yaitu pada 2030 seluruh sarana dan fasilitas akan lengkap ramah disabilitas.

Ariani Sukarwo dari Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN) mengakui, untuk MRT Jakarta memang sudah ramah disabilitas. Sejak awal dibangun dan hendak operasional, GAUN dilibatkan.

“Itu membuat pengelola MRT bisa memberikan layanan dari perspektif disabilitas. Petugasnya resposnsif. Kalau ada penumpang disabilitas, caranya menghadapi itu pas,” jelas Aryani.

Selanjutnya, ujar Aryani, yang menjadi pekerjaan rumah bagi pengelola angkutan umum adalah pengelola di luar MRT. Untuk Transjakarta, GAUN mempertanyakan penandaaan bagi signage ataupun informasi suara. Bagi penyandang disabilitas yang bentuk keterbatasannya juga beragam, informasi visual dan suara amat perlu.

“Di halte transjakarta tidak ada informasi suara itu. Lalu petugas di halte juga kurang responsif,” jelasnya.

Menurut Aryani, keberadaan petugas penting karena itu akan membantu para disabilitas saat di dalam bus. “Sekarang ini kursi prioritas disabilitas saja ditempati lalu mereka pura-pura tidur. Perlu petugas untuk bisa membantu kami,” jelasnya.

Pekerjaan rumah lainnya adalah peningkatan SDM Transjakarta yang lebih responsif, pembenahan JPO dan halte supaya aman bagi disabilitas. Tak kalah pentingnya, imbuh Aryani, GAUN juga meminta Dinas Bina Marga berdiskusi dengan GAUN saat merencanakan dan menata trotoar.

“Tujuannya supaya penempatan ubin pemandu di trotoar itu tepat. Jangan kami diundang setelah jadi. Ya tidak ada perspektif disabilitas disana. Sehingga baiknya kami juga diajak berdikskusi saat perencanaan dan penataan,” jelas Aryani.

Wibowo, perwakilan Transjakarta dalam FGD tersebut menjelaskan untuk halte Tansjakarta, dari sekitar 285 halte, 53 halte di antaranya sudah ramah disabilitas. Ada tanda yang disematkan di halte yang menjadi penanda dan ada ramp bagi penumpang berkursi roda seperti di halte BI, halte Gambir, dan halte Tosari.

“Lalu kami juga punya layanan Transjakarta Care. Yaitu layanan penjemputan dan penghantaran bagi penumpang disabilitas ke halte ramah disabilitas terdekat,” jelasnya.

Ia melanjutkan, kritikan dalam FGD menjadi masukan bagi peningkatan layanan Transjakarta ke depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *